Kegagalan
Tiba-tiba ingin sekali menulis tentang kegagalan.
Mungkin karena tanggal 14 Juni
kemarin, melihat banyak teman-teman yang belum mendapat kesempatan dan rezeki
untuk lolos di PTN pilihan melalui jalur SBMPTN.
Iya, aku ingin menulis karena aku
pernah merasakan itu.
Aku pernah gagal juga pada SBMPTN
tahun kemarin
Pernah kecewa juga, pernah sedih
sampai berlarut juga.
Aku pernah gagal
Dan aku yakin bukan hanya aku yang
pernah merasakan
Bahkan mungkin, orang lain di luar
sana merasakan lebih banyak kegagalan
dalam hidupnya.
Tapi apa artinya kita harus menyerah
jika gagal?
Apa artinya selesai dalam mengejar
mimpi?
Apa artinya harus berhenti berjuang?
Tidak bukan? Justru kegagalan adalah
awal dari kesuksesan
Dan sekarang aku bersyukur karena
pernah gagal.
Karena dari kegagalan aku belajar banyak hal.
Semua berawal pada tahun lalu, 2020
Tahun kelulusanku dari SMA
Dan pada saat itu juga tahun
perjuanganku memasuki bangku kuliah
Aku bukan seorang yang sangat ambis,
tapi aku akan berusaha untuk sesuatu yang aku mau
Saat itu, aku sangat ingin
melanjutkan kuliah di PTN dengan posisi 3 Terbaik di Indonesia
Universitas Gadjah Mada
Tepatnya, ingin sekali lolos di
jurusan Psikologi UGM
Aku berjuang, aku belajar setiap
hari.
Sangat jarang pergi bermain bersama
teman.
Menolak ajakan teman yang ingin
bermain ke luar bersamaku.
Berdiam diri berbulan-bulan di
rumah, untuk belajar
Aku juga bukan siswi yang tergolong
sangat pintar, karena itu aku berusaha keras belajar untuk bisa tembus ke
jurusan yang ku mau.
Apalagi sainganku bukan lagi satu
sekolah atau kelas, tapi satu Indonesia.
Yang sangat kuyakini, sainganku
banyak yang jauh lebih pintar di atasku.
Aku juga tidak ikut bimbel atau les,
hanya belajar otodidak melalui berbagai platform dan aplikasi belajar
berlangganan dan buku SBMPTN yang ku beli di Gramedia.
Mengikuti banyak Try out dari yang
gratisan hingga berbayar.
Tiap hari latihan soal-soal dari
buku dan Try out.
Tapi tak jarang aku malas seharian
untuk belajar bahkan menyentuh buku saja tidak.
Dan tibalah hari di mana akhirnya
perjuanganku akan mencapai puncaknya, hari H UTBK, tanggal 20 Juli 2020. Karena aku
mendapat jadwal di gelombang kedua.
Saat itu entah dapat keyakinan
dari mana aku menjawab semua soal.
Bahkan aku sangat yakin dan positif
akan mendapat skor yang mencukupi dan lolos di pilihan SBMPTN ku.
Setelah akhirnya terlewati hari itu,
aku menghabiskan waktu ku setiap hari hanya dengan menonton drakor, tapi tak lupa
memperbanyak do’a agar lolos di pilihan pertamaku. Aku berdo’a, meminta pada
Allah agar meloloskanku pada pilihan pertamaku, Psikologi UGM. Selalu itu do’a
yang tiap salat kupanjatkan.
Tapi makin lama, tiba-tiba aku ingin mengubah do’anya. Aku merasa aku terlalu memaksakan keinginanku dengan begitu. Padahal tak tahu apakah yang aku inginkan itu adalah yang terbaik, atau justru kebalikannya?
Akhirnya setelah itu, aku mulai
berserah diri, bukan berarti tak percaya dengan kuasa Allah. Bukan berarti tak
percaya bahwa Allah akan mengabulkan do’aku. Justru aku percaya bahwa Allah
lebih mengerti, dan lebih mengetahui apa yang terbaik untukku.
Setelah itu kuganti do’aku, tidak lagi
memaksa agar bisa lolos di Psikologi UGM. Aku berdo’a agar bisa diterima di
tempat yang baik untukku, dengan lingkungan dan orang-orang yang baik yang bisa
selalu menuntunku menuju jalan yang lebih baik. Aku berdo’a meminta agar berada di
tempat terbaik menurut-Nya. Setelah itu aku berpasrah. Jika memang pilihanku
adalah yang terbaik, itu bonus. Tapi jika ternyata kenyataannya aku tidak
mendapatkan jurusan yang kuinginkan, berarti itu bukan yang terbaik, berarti
ada yang lebih baik yang telah Allah siapkan untukku. Aku pasrah dan percayakan
semua pada Allah.
Sampai tibalah di hari pengumuman
SBMPTN 2020, tepatnya pada tanggal 14 Agustus 2020. Pukul 15.00.
Aku membuka pengumuman itu
sendirian, di kamar.
Karena sedang tidak ada siapa-siapa
di rumah. Entahlah aku sangat percaya bahwa aku akan lolos. Tapi di waktu yang
bersamaan juga takut jikalau aku gagal. Tetap saja, yang namanya manusia,
selalu punya ekspektasi tinggi. Yang bisa sangat menyakiti dirinya sendiri.
Setelah akhirnya menunggu lama, dan
keluarlah hasil SBMPTN ku. Yang ternyata, aku GAGAL.
Belum lolos, belum rezeki.
Tentu saja sedih, tentu saja
menangis.
Tentu saja kecewa.
Ku abaikan pertanyaan teman-teman
beberapa saat sampai akhirnya siap mengatakan hasilnya pada mereka. Karena aku
tak ingin mereka ikut kecewa sebenarnya. Tapi mau bagaimana, nyatanya memang
aku gagal. Itu kenyataan yang harus ku terima.
Setelah tahu aku gagal, aku
mengambil waktu menyendiri, menangis sepuasnya.
Tapi aku juga sadar setelah itu, aku
tak boleh terus-terusan menangisi kegagalanku. Aku harus bangkit. Harus kembali
berjuang. Aku tahu bahwa ternyata semua yang kuinginkan itu bukanlah yang
terbaik untukku. Aku yakin bahwa ada yang lebih baik untukku.
Memang perlu beberapa hari sampai
akhirnya aku bisa menerima semuanya dan bangkit lagi. Itu wajarkan?
Tapi setelah itu aku harus kembali
berpikir dan berjuang untuk selanjutnya, apa yang harus ku lakukan. Sampai akhirnya
memutuskan mengikuti berbagai ujian mandiri di beberapa perguruan tinggi. Tepatnya SPMB Mandiri UIN Jakarta, Seleksi Mandiri UPI, dan UTUL UGM. Aku juga
mengikuti UMPTKIN yang diselenggarakan Kementerian Agama. Kembali berjuang untuk
ujian yang akan kuhadapi selanjutnya.
Singkat saja, aku kembali gagal pada
harapan terakhirku menjadi GAMADA Psikologi di UTUL UGM, saat itu sudah sangat
menyerah dan pasrah rasanya, sampai akhirnya, tanggal 24 Agustus tiba
pengumuman UMPTKIN. Aku sudah pasrah, sudah siap jika harus kembali gagal. Karena
tahu bagaimana rasanya terlalu berharap dan hasilnya tak sesuai. Tapi ternyata,
justru di saat aku sudah sangat pasrah. Hasilnya sama sekali tak kuduga, aku
lolos pada pilihan pertama UMPTKIN, tepatnya di jurusan Bimbingan Konseling
Islam – Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati-Bandung. Masih tak percaya
karena ku rasa hasil ujiannya tak akan bagus karena aku hanya belajar sedikit,
iya, dibanding UTBK yang belajar mati-matian. Untuk UMPTKIN ini aku hanya
belajar sebentar. Dan bukan hanya itu saja, keesokannya, tanggal 25 Agustus,
hari pengumuman Seleksi Mandiri UPI. Dan ternyata aku juga lolos di pilihan
pertamaku, Pendidikan Bahasa Arab. Jurusan kuliah ku sekarang. Double kill. Tapi
juga saat itu sangat bimbang, harus memilih mana. Di jurusan BKI memang yang
kumau, tapi aku tiba-tiba meragukannya. Dan di jurusan PBA yang memang awalnya
pilihan orang tuaku. Yang sama sekali tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya.
Aku kembali berserah, mencari jawaban terbaik. Yang akhirnya memilih masuk PBA
UPI daripada BKI UIN Bandung. Jurusan pendidikan yang akan menjadikanku seorang
Sarjana Pendidikan (S.Pd) dan identik dengan menjadi GURU. Profesi yang dari
dulu tak pernah kuinginkan.
Ya, begitulah hidup. Kita tak pernah
tahu pada akhirnya kemana kita akan menjalankan hari-hari selanjutnya. Kemana
jalan yang kita harus tempuh selanjutnya. Apakah itu jalan yang sesuai dengan
apa yang kita rencanakan atau bahkan yang sama sekali tak pernah terlintas
dalam pikiran kita sebelumnya.
Begitulah kehidupan, begitulah
kegagalan.
Kegagalan membawa kita pada sesuatu
yang lain, yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Sesuatu yang lebih baik
daripada rencana kita. Jadi, percayalah. Jika hari ini kita gagal, itu berarti
Allah telah menyiapkan sesuatu yang lebih baik untuk kita.
Semangat untuk kita semua, untuk
para pejuang mimpi, para manusia kuat.
Terima kasih yang sudah membaca
tulisanku ini, semangat dan sehat selalu J
-me
Komentar
Posting Komentar